SINOPSIS

Peraturan perundang-undangan di Indonesia merupakan implementasi dari Negara hukum yang mempunyai kedudukan penting dan strategis terutama undang-undang. Hal ini dapat dilihat dari konsep Negara hokum maupun hierarki peraturan perundang-undangan, akan tetapi jenis hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 belum dapat memberikan kepastian hokum dalam pembentukan dan pelaksanaanya.

Tujuan dari penulisan buku ini adalah untuk menganalisis dan mengkaji tentang pelaksanaan hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan kelemahan-kelemahan hierarki peraturan perundang-undangan saat ini, serta merekonstruksi hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berbasis nilai keadilan Pancasila.

Pengkajian dalam buku ini menggunakan paradigm konstruktivisme. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis, dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang kemudian dianalisa secara kualitatif.

Dari pengamatan penulis hasil tersebut menunjukkan bahwa : (1) Pelaksanaan hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang 12/2011 di Indonesia saat ini masih menimbulkan problematika dalam hal implementasi, kekuatan mengikat dan pengujiannya; (2) Kelemahan hierarki peraturan perundang-undangan saat ini dari segi : (a) substansi hukum : (i) tidak diaturnya system hierarki peraturan perundang-undangan dalam konstitusi, (ii) Perda provinsi lebih tinggi dari pada Perda kabupaten/kota; (iii) Undang-Undang 12/2011 tidak menghormati kesatuan hukum masyarakat atau desa, (iv) inkonsistensi Ketetapan MPR dengan system ketatanegaraan, (v) tidak terdapat peraturan menteri, (vi) perbenturan dan ketidakharmonisan peraturan, serta (vii) over/obesitas regulasi dan tumpang tindih regulasi; (b) struktur hukum : (i) hilangnya kewenangan MPR untuk membentuk Ketetapan-ketetapan MPR yang bersifat mengatur ke luar, (ii) pembentukan peraturan administrasi oleh pihak eksekutif dan lembaga Negara independen, (iii) menteri tidak berwenang membuat peraturan, (iv) tidak ada lembaga pengontrol, serta (v) dualism pengujian peraturan perundang-undangan oleh MK dan MA; (c) kultur hukum : (i) ego sektoral lembaga, dan (ii) sikap pembentuk peraturan perundang-undangan yang mempersulit penyusunan regulasi; (3) Rekonstruksi hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berbasis nilai keadilan Pancasila adalah dengan memasukkan hierarki peraturan perundang-undangan ke dalam konstitusi dan memasukkan Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber segala sumber hukum pada hierarki peraturan perundang-undangan pada posisi tertinggi.

Scroll to Top
×